Melihat fakta dan harga minyak dunia di tahun 2016 ini, jelas sangat
rendah jika dibandingkan harga 2 tahun lalu. Saat ini (januari 2016)
harga minyak mentah ada di kisaran 28 – 32 USD/barrel. Sangat turun
drastis dibandingkan harga 2-4 tahun lalu yang mencapai harga rata-rata
100 USD/barrel. Jatuhnya harga minyak jelas sangat memukul perusahaan
minyak dan jasa di bidang perminyakan. Mulai dari jasa exploration, exploitation, seismic-survey , oil services, drilling services, well-maintenance, mud-services dan bisnis pendukung lainnya.
Beberapa perusahaan terutama terkait
industri hulu minyak / eksplorasi sudah mulai merasakan dampaknya. Sekitar 42 perusahaan jasa pengeboran minyak di Amerika sudah mengajukan kebangkrutan. Mereka pada umumnya tidak kuat untuk membayar utang yang digunakan untuk membiayai eksplorasi saat harga minyak diatas 100 USD/barrel. Total kumulatif utang perusahan-perusahaan tersebut mencapai 17 milyar USD.
industri hulu minyak / eksplorasi sudah mulai merasakan dampaknya. Sekitar 42 perusahaan jasa pengeboran minyak di Amerika sudah mengajukan kebangkrutan. Mereka pada umumnya tidak kuat untuk membayar utang yang digunakan untuk membiayai eksplorasi saat harga minyak diatas 100 USD/barrel. Total kumulatif utang perusahan-perusahaan tersebut mencapai 17 milyar USD.
Apa penyebab mendasar yang paling menjatuhi harga minyak?. Tidak sulit menjelaskan fenomena ini. Bisnis minyak memang bisnis yang beresiko tinggi, sehingga tingkat pendapatan sebanding dengan resiko yang diperoleh.
Penyebab utama adalah rivalitas dari Shale Oil. Sama halnya dengan industri batubara yang mendapatkan pesaing dari shale gas, dengan harga lebih murah. Kini shale oil yang merupakan un-conventional oil pun diproduksi besar-besaran di Amerika. Meskipun tidak bersaing langsung dengan minyak mentah, tapi shale oil sangat baik untuk memproduksi produk destilasi seperti kerosene, jet fuel dan minyak diesel.
Akibat melimpahnya shale oil dan penggunaannya dalam
industri, tentu menyebabkan produsen minyak mentah dunia utama jadi
‘meradang’. Arab Saudi, pemilik cadangan minyak terbesar di dunia
agaknya tidak rela jika shale oil / shale gas ini mematikan
industri minyaknya. Karena itu, Arab Saudi berupaya memacu produksi
minyak mentah dan menjualnya dengan harga murah untuk melawan produksi shale oil Amerika.
Tidak hanya Arab Saudi, produsen minyak lain yang tergabung dalam
kartel OPEC juga ikutan memacu produksi minyak dan menjual dengan harga
murah. Melimpahnya minyak di dunia, menyebabkan pasokan dan permintaan
tidak sebanding, sehingga harga makin turun. Terlebih permintaan dunia
makin menurun akibat masih melemahnya ekonomi Cina, sehingga membuat
harga minyak makin tertekan. Efek spiral inilah yang menyebabkan harga
minyak semakin anjlok.
Perang minyak mentah dan shale oil, menyebabkan produksi
shale oil Amerika yang mencapai puncaknya 5.7 juta barrel/hari pada
tahun 2015, sekarang menjadi sekitar 4.9 juta barrel/ hari di bulan
Januari 2016. Total produksi minyak Amerika bulan jan 2016 adalah
sekitar 9.2 juta barrel/hari. Telah turun dibandingkan produksi April
2015 yang mencapai 9.7 juta barrel/hari.
Faktor lainnya yang ikut mempengaruhi adalah upaya geopolitik dan
mendestabilisasi negara lain yang tergantung minyak. Keikutsertaan
Russia dalam perang di Ukraina yang tidak disukai Uni Eropa dan Amerika,
membuat Amerika ‘mencoba’ menjatuhkan Rusia dengan menurunkan harga
minyak dan gas di dunia. Rusia adalah produsen minyak/gas no 3 terbesar
di dunia dan eksportir no 2 minyak/gas di dunia. Separuh pendapatan
rusia berasal dari minyak/gas. Walhasil, upaya Amerika dan sekutunya di
Eropa untuk ‘menjatuhkan’ ekonomi rusia melalui penurunan harga minyak
tampaknya cukup memberikan tekanan penerimaan negara tersebut. Turunnya
pendapatan negara karena harga minyak yang jatuh, malah membuat Rusia
dan Saudi makin memompa produksi minyak/gas mereka untuk
menyeimbangkan neraca pendapatan keuangan negara.
Siapa pemenang dalam perang harga minyak saat ini? Tampaknya
perusahaan – perusahaan di Amerika akan makin banyak menderita dari
bisnis ini. Negara produsen besar yang tergabung dalam OPEC umumnya
tidak memiliki banyak pemain industri jasa minyak seperti di Amerika,
karena biasanya negara produsen minyak di OPEC adalah
pemerintah/perusahaan negara yang mengendalikan produksi minyak. Selain
itu, biaya ongkos produksi minyak seperti di Arab Saudi (anggota OPEC),
termasuk paling kompetitif di dunia, bahkan jika harga minyak mencapai
15 USD/barrel pun, Arab Saudi masih bisa untung. Meskipun itu berarti
akan menggerus pendapatan negara dari minyak yang bisa mencapai 80% dari
total pendapatan negara Arab Saudi.
Oh ya bagaimana di Indonesia ?. Bagi Indonesia tetap berat karena kita sudah net importer
murni minyak. Masyarakat tetap susah dengan kenaikan harga minyak
internasional, karena serta merta harga BBM langsung dinaikkan. Bahkan
dengan harga minyak dunia yang anjlok sekarang inipun, tidak terlalu
berarti karena nilai tukar rupiah terhadap USD sudah turun drastis dari
9000 IDR/USD di era SBY dua tahun lalu menjadi 13.7000 IDR/USD di Era
pemerintahan sekarang.
References :
EIA. 2016. Drilling Productivity Report. http://www.eia.gov/petroleum/drilling/#tabs-summary-2
IBtimes. 2016. Oil services bankrupt.http://www.ibtimes.com/us-oil-sector-bankruptcies-rise-2016-panic-fear-grip-industry-2272968
Reuters. 2016. US Oil Sector bankruptcy. http://www.reuters.com/article/us-usa-oil-shale-productivity-idUSKCN0SY2C520151109
Posting Komentar