Blog Archive

Blog Archive

Featured Video

Video Of Day

Fashion

Penyebab kejatuhan industri batu bara di Indonesia (dan dunia)

Sejak tahun 2011, industri batubara dunia (eksplorasi, eksploitasi, perdagangan dll) mengalami tekanan berat. Beberapa perusahaan telah tutup, karena tidak kuat mengatasi ongkos operasional yang makin membesar padahal harga batubara tidak kunjung membaik. Tidak sedikit pelaku industri batubara yang menutup proyeknya, menghentikan ekspansi atau mengurangi produksi.  Sebagai pemasok dan pengkonsumsi batubara terbesar di dunia, untuk pertamakalinya dalam sejarah seratus tahun, produksi batubara china juga turun di tahun 2014 sebesar 2.1%, seperti dilansir oleh Guardian.
Apa penyebab yang paling mendasari kejatuhan industri ini? Tentunya selain harga yang terus turun?
Dilihat dari kacamata strategi, memang industri batubara mengalami penurunan dramatis. Tren penurunan ini juga menjadi obyek penelitian penulis untuk tesis S2 di tahun 2013,. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa industri ini
mengalami tekanan. Secara sederhana bisa dianalisis menggunakan teori kompetisinya Porter.
Pertama adalah adanya produk substitusi. Hampir seluruh produksi batubara digunakan untuk pembangkit listrik. Dulu harga batubara masih bersaing dengan gas. Sayangnya sekarang harga gas bisa lebih rendah, terlebih setelah revolusi shale gas dan shale oil, yang dipelopori oleh Amerika sehingga mendorong produksi gas besar-besaran dan menurunkan harga jual gas, termasuk harga minyak mentah karena pasokan yang melimpah. Dalam hal ini, pembangkit listrik mulai mengganti pasokan energi dari batubara dengan gas. Walhasil, harga batubara yang memiliki korelasi positif dengan harga minyak dunia ikut turun. Sebagai contoh harga batubara thermal Australia dari rata-rata harga USD 130/MT tahun 2011, sekarang di bulan Maret 2015 menjadi hanya USD 65/MT.
 Proses loading batubara ke kapal tongkang

Jatuhnya harga batubara dunia, menimbulkan efek berantai pada rantai pasokan batubara. Otomatis terjadi tekanan terhadap produsen batubara terhadap pihak yang terlibat dalam industri batubara seperti jasa pertambangan batubara terkait biaya jasa eksploitasi batubara dan pengupasan tanah (overburden). Efek berantai ini cukup memperberat industri jasa pertambangan batubara, karena produsen menginginkan biaya pengupasan dan eksploitasi lebih rendah dari sebelumnya.
Kedua adalah bangkitnya pemakaian energi terbarukan terutama dari energi matahari, angin dan lainnya. Dua negara pemakai energi terbesar di dunia, yaitu China dan Amerika sudah memberikan regulasi dan insentif lingkungan terhadap pemakaian energi bersih (clean energy). Batubara memang tidaklah sebersih energi fosil lainnya seperti gas.  Kebijakan ini membuat pengguna energi mulai melimpahkan atau mensubstitusikan energi dari penggunaan batubara ke energi yang lebih murah, lebih bersih atau energi yang ramah lingkungan. Terlebih adanya insentif dari pemerintah.

Di Amerika sebelum tahun 2009, energi matahari  atau panel surya belum dianggap.  Namun stimulus dari Department Energi Amerika cukup membantu aplikasi penggunaan energi matahari, terutama di wilayah California di Desert Sunlight dan Topaz, dengan masing-masing memiliki kapasitas 550 MW. Langkah stimulus pemerintah Amerika juga pada akhirnya mendorong perusahaan swasta ikut mendiversikan energinya seperti halnya Apple yang dua minggu lalu berinvestasi USD 850 juta, membeli 130 MW  dari FirstSolar untuk keperluan perusahaan, termasuk data center yang dimilikinya. Procter & Gamble juga telah menginvestasikan USD 200 juta kepada Constellation untuk membangun pabrik biomass yang diharapkan bisa menghasilkan energi 50 MW untuk keperluan pabrik, kantor maupun utilitas lainnya. Ritel terbesar di dunia, WalMart juga telah menginstalasi panel surya di gerai-gerainya, dengan total kumulatif energi dari panel surya mencapai 65 MW.
Industri kesehatan Kaisar Permanente di Amerika  bermaksud membeli sekitar 43 MW energi turbin angin dari Altamont Pass Wind turbine farm,  salah satu pemasok energi besar dari turbin angin di dunia. Google juga berencana  mengambil 43 MW dari Altamont untuk memasok GooglePlex. Ini dilakukan setelah pembaruan besar-besaran turbin angin Altamont oleh NextEra.
Langkah-langkah ini, dengan tujuan jangka panjang akan memberkan penghematan biaya listrik selama 20 – 30 tahun ke depan. Kemajuan teknologi terbarukan pada energi matahari/ panel surya, angin, biomassa terutama untuk skala industri besar, telah memberikan harga cukup kompetitif dibandingkan sumber energy fosil. Industri pengguna energi yang besar seperti teknologi komputer, jasa kesehatan maupun barang ritel konsumsi telah melihat kegunaan untuk beralih ke sumber energi yang lebih efisien, bersih dan hijau.
Apakah ini berarti industri batubara akan mati? Tentunya terlalu jauh untuk mengatakan hal demikian, selama masih ada pembangkit listrik yang menggunakan batubara. Namun melihat tren dan kecenderungan pemakaian energi di masa depan, prospek industri batu bara untuk bangkit kembali seperti pada masa keemasan tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tidaklah menggembirakan. Perlu langkah-langkah strategis bagi pelaku industri batubara dimana hal ini menjadi sorotan dan perhatian penulis saat membuat penelitian tentang industri ini ditahun 2013 lalu.





Sumber :
IndexMundi.2015. Coal Price Commodity. Dikutip dari laman http://www.indexmundi.com/commodities/?commodity=coal-australian&months=60.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © Catatan Daeng sibali. Blogger Templates Designed by OddThemes